Friday 7 October 2011

IV. BUDAYA PERJANJIAN LAMA

Daftar Isi

  1. Struktur Masyarakat PL
    1. Keluarga
    2. Lembaga Pernikahan
      1. Suami
      2. Istri
      3. Anak-anak
    3. Anggota Masyarakat lain
  2. Kehidupan Ibadah PL
  3. Sistem Pendidikan PL

BUDAYA PERJANJIAN LAMA

Membicarakan tentang sosio-budaya PL adalah sangat luas, oleh karena itu dalam pelajaran ini pembahasan akan dibatasi hanya pada struktur masyarakat, kehidupan ibadah, dan sistem pendidikan masa PL.

1. STRUKTUR MASYARAKAT PERJANJIAN LAMA

KELUARGA adalah unit utama dalam struktur masyarakat PL, karena memang sejak dari semula Allah memulai rencana penebusan-Nya melalui satu keluarga, yaitu keluarga Abraham. Dan melalui keluarga Abraham inilah Allah memanggil keluar umat-Nya untuk membina suatu hubungan yang istimewa dengan Dia, yang dikokohkan dengan membuat suatu Perjanjian (Covenant). Itu sebabnya anggota yang termasuk dalam Perjanjian ini adalah mereka yang disebut sebagai "keturunan" (secara jasmani) Abraham - dan selanjutnya keturunan Ishak dan Yakub (Im. 26:42,45). Kata "keturunan" ini (Ibr. 'ab' artinya bapak) muncul seribu dua ratus kali dalam PL. Konsep "keturunan" secara fisik sangat penting bagi bangsa Israel, karena disitulah ikatan keanggotaan dalam Perjanjian didasarkan. Oleh sebab itu tidak heran jika banyak sekali ditemui catatan silsilah dalam Alkitab, termasuk dalam kitab-kitab PB (Mat. 1 dan Luk. 3). Jika mereka termasuk dalam silsilah itu maka mereka memiliki hak sebagai anggota masyarakat Yahudi yang terikat dalam hubungan Perjanjian dengan Allah.
  1. Keluarga
  2. Dasar pelembagaan keluarga diletakkan oleh Allah sendiri dalam Kej. 2, sebagai kesatuan ikatan yang permanen antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Istilah Ibrani yang dipakai untuk keluarga adalah 'misphahah' dan 'bayit' yang arti harafiahnya adalah "rumah" (bhs. Inggris 'household' atau dalam bhs. Indonesia lebih tepat "rumah tangga") yaitu diartikan sebagai mereka yang tinggal dalam satu atap rumah. Namun demikian, dalam PL sering kali keluarga bukan hanya terdiri dari suami, istri dan anak-anak, karena (tergantung dari konteksnya) yang dimaksud keluarga dalam PL lebih cenderung sebagai perluasan keluarga, yaitu suami, istri, anak-anak (sampai dua/tiga generasi), budak-budaknya dan termasuk juga keluarga dekat lain yang tinggal bersama, bahkan kadang seluruh suku juga disebut sebagai satu keluarga (1 Taw.13:14). Lembaga Perkawinan Ikatan permanen antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam perkawinan yang diresmikan oleh Allah sendiri sebelum kejatuhan manusia dalam dosa (Kej. 1:26-27). Perkawinan dalam PL diterima sebagai suatu norma umum (tidak ada kata "bujangan" dalam bahasa Ibrani). Ketika Allah memberikan Hawa kepada Adam, dikatakan, "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku" (Kej. 2:23) sebagai pengakuan Adam akan keserupaan dan kesepadanannya dengan Hawa. Hubungan permanen perkawinan/pernikahan yang harmonis yang diciptakan oleh Allah ini rusak setelah manusia jatuh dalam dosa. Dan sejak itu, institusi pernikahan menjadi kabur dan akibatnya manusia lebih cenderung untuk merusak daripada mempertahankannya. Dalam seluruh PL ada ditunjukkan bentuk-bentuk penyelewengan pernikahan yang dilakukan oleh nenek moyang bangsa Israel, misalnya dalam praktek-praktek poligami dan perceraian (Baca Referensi 1 - Poligami dan Perceraian PL).
    1. Suami
      Dalam masyarakat PL, suami mempunyai kedudukan sebagai "tuan" yang memerintah atas istri dan anak-anak dan keluarga anak- anaknya, juga seluruh anggota keluarga yang lain dan budak- budaknya. Tapi pada sisi yang lain, suami juga menjadi penangungjawab atas semua tindakan yang dilakukan oleh seluruh anggota keluarganya. Oleh karena itu tidak jarang kepala keluarga akan menanggung hinaan, bahkan hukuman, untuk tindakan yang dilakukan oleh anak-anaknya (keluarganya). Suami juga mempunyai tanggungjawab untuk mencarikan istri/suami bagi anak- anaknya. Untuk itu ia harus paham betul hal-hal apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan sehubungan dengan pernikahan menurut hukum bangsa Israel (Im. 18; Ul. 7; 20). Silsilah keluarga PL diurutkan dengan mengikuti keturunan dari suami, karena suamilah yang memberi identitas dan nama bagi keluarganya. Itu sebabnya dalam hukum Israel disebutkan berbagai peraturan untuk melindungi kelangsungan keluarga (Im. 25:47-49; Yer. 32:68; Ruth 2,3,4).
      Suami PL juga mempunyai fungsi sebagai imam bagi keluarganya. Ia diharapkan memimpin seluruh keluarganya dalam mengikuti perayaan-perayaan keagamaan Yahudi. Seluruh tanggungjawab pendidikan anak-anak, khususnya anaknya laki-laki juga ada di tangannya. Sebagai negara yang dikelilingi oleh bangsa-bangsa kafir, tugas ini merupakan tugas yang tidak ringan.
    2. Istri
      Sekalipun kelihatannya tanggungjawab suami lebih besar, namun tidak berarti bahwa istri PL pasif. Amsal 31 menceritakan secara panjang lebar tentang tugas-tugas seorang istri yang berbudi dan ideal. Dari tugas yang begitu banyak itu, tugas utama istri adalah untuk menghasilkan keturunan. Tapi itu bukan berarti tugas satu-satunya. Dari Amsal 31 dapat diambil kesimpulan bahwa istri PL tidak hanya melakukan tugas yang sehubungan dengan anak-anak dan rumah saja, Alkitab pada dasarnya memberikan tanggung-jawab yang besar bagi istri PL untuk menguasai bidang- bidang lain di luar rumahnya. Dalam peristiwa-peristiwa khusus, PL juga mencatat istri-istri menjalankan tugas-tugas yang tidak lazim dilakukan dalam budaya Israel, mis. memimpin perang (Debora), menjadi nabi (Miryam), bertindak untuk suami (Abigail), dll.
      Dalam perkawinan Yahudi, istri dengan kerelaan menundukkan diri di bawah suaminya dan mengambil kedudukan sebagai "penolong" (Kej, 2:18). Setelah melahirkan anak mereka akan menyusui anak- anaknya sampai usia dua atau tiga tahun. Pendidikan anak sampai usia lima tahun adalah tanggung jawab ibu, namun kemudian anak laki-laki akan dididik oleh ayahnya, sedangkan anak perempuan akan diajar oleh ibunya bagaimana menjadi seorang istri dan ibu yang sukses. Kesuksesan istri menjalankan keluarga seringkali menjadi ukuran bagaimana suami Yahudi akan dihormati di antara para pemimpin Israel.
    3. Anak-anak
      Anak-anak adalah berkat dari Tuhan, buah yang diharapkan dari perkawinan. Itu sebabnya keluarga PL selalu mengharapkan sebuah keluarga yang besar. Merupakan suatu dukacita dan aib bagi keluarga PL yang tidak dikaruniai anak, seperti peristiwa yang menimpa Sara dan Hana. Sebaliknya banyak puji-pujian yang ditujukan bagi wanita yang melahirkan banyak anak (Maz. 128).
    Anak dalam PL diterima sebagai anggota masyarakat Israel secara penuh. Oleh karena itu tanggungjawab memelihara dan mendidik mereka adalah juga tanggungjawab masyarakat, selain tentu saja keluarganya. Ul. 6:4-9 merupakan perintah langsung dari Tuhan akan pentingnya pendidikan anak, untuk itu yang harus diperhatikan adalah:
    1. Orang tua yang mengasihi Tuhan dan menyimpan Firman Tuhan dalam hatinya menjadi teladan bagi anak-anaknya (ay. 4-6).
    2. Firman Tuhan harus menjadi percakapan utama dalam keluarga supaya tertanam dalam diri anak-anak (ay. 7).
    3. Firman Tuhan harus dilahirkan dalam tingkah laku sehari-hari (ay. 7-9).
    Anak laki-laki dalam keluarga Yahudi adalah tumpuan harapan bagi pemeliharaan masa tua orang tuanya, yaitu supaya mereka mendapat penguburan yang layak. Anak sulung dalam keluarga Yahudi, baik laki-laki maupun perempuan, mendapat tempat yang istimewa. Sepanjang hidupnya ia akan dituntut untuk memiliki tanggung jawab yang lebih besar atas tindakannya dan tindakan saudara- saudaranya yang lain. Apabila orang tuanya mati, anak sulung akan mendapat bagian warisan dua kali lipat. Jika ayahnya tidak memiliki anak laki-laki maka anak perempuan akan mewarisi seluruh harta ayahnya jika ia menikah dengan kaum keluarganya sendiri. Dibandingkan dengan bangsa-bangsa tetangga Israel, anak perempuan Yahudi mendapatkan perlakukan yang jauh lebih baik. Anak perempuan Yahudi diijinkan menikah sesudah usia 12 tahun. Pada usia itu diharapkan ia telah mempelajari semua kecakapan mengurus rumah tangga dan bagaimana menjadi istri dan ibu yang baik. Sebelum menikah maka ayahnya memiliki hak penuh atas putrinya. Ayah jugalah yang bertanggungjawab mencarikan suami bagi putrinya. Sesudah menikah maka ibu mertuanya akan mengambil alih pendidikan selanjutnya. Apabila karena sesuatu hal suaminya mati, maka ia akan dinikahkan dengan saudara laki-laki dari suaminya untuk menyelamatkan garis keturunan keluarganya. Namun jika suaminya tidak memiliki saudara laki-laki lain yang dapat menikahinya, maka seringkali ia akan kembali ke rumah ayahnya lagi (contoh kasus Ruth dalam keluarga Naomi).
  3. Strata Dalam Masyarakat PL
  4. Sekalipun tidak ditonjolkan, ada perbedaan klas-klas dalam masyarakat PL, khususnya setelah jaman kerajaan terbentuk. Perbedaan antara mereka yang kaya dan miskin menjadi sangat nyata. Beberapa orang mendapat penghasilan dari tanah yang berlebihan dan akhirnya menjadi kaya. Tapi ada juga yang karena melakukan praktik- praktik yang tidak adil sehingga menekan pihak lain untuk mendapatkan keuntungan, sehingga mereka yang tidak diuntungkan menjadi miskin. Berikut ini adalah perbedaan strata dalam masyarakat PL secara umum:
    1. Kelompok masyarakat yang berpengaruh
      Mereka adalah para tua-tua agama dan kepala rumah tangga. Setelah jaman kerajaan, muncul kelompok yang disebut sebagai para pemuka, yaitu pembantu-pembantu raja dan juga para pahlawan.
    2. Penduduk asli setempat
      Mereka yang memiliki tanah dan tinggal sebagai penduduk asli di Palestina.
    3. Penduduk asing
      Mereka adalah pendatang dan orang bebas (bukan budak) tetapi tidak memiliki hak penuh sebagai warganegara Palestina.
    4. Pekerja upahan
      Mereka tidak memiliki tanah, hidup sebagai tenaga upahan.
    5. Pedagang
      Mereka adalah orang-orang asing yang datang untuk berdagang.
    6. Budak-budak
      Mereka bukan hanya orang Israel saja (yang miskin), tetapi juga pendatang asing yang hidup sebagai tawanan perang. Perbudakan adalah salah satu kebiasaan cara hidup pada masa PL (Baca Referensi 2 - Perbudakan).

2. SISTEM IBADAH PL

Israel dikelilingi oleh bangsa-bangsa tetangga yang tidak mengenal Allah (kafir). Itu sebabnya Allah berkali-kali harus mengingatkan bangsa Israel untuk tidak mengikuti kebiasaan peribadahan bangsa- bangsa tsb. Namun demikian telah berulang kali terjadi bangsa Israel tidak taat dan selalu jatuh pada dosa yang sangat dibenci Allah yaitu menyembah kepada ilah yang lain. Tidak jarang Tuhan menghukum mereka, bahkan dengan menyerahkan mereka untuk dikalahkan dan dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Cara-cara beribadah bagaimanakah yang diikuti bangsa Israel sehingga membuat Allah Yahweh murka dan menghukum mereka?
Berikut ini adalah beberapa karakteristik penyembahan agama kafir:
  1. Mereka memiliki banyak tuhan (dewa), karena kebanyakan agama kafir adalah politheistik.
  2. Mereka menyembah kepada patung-patung, atau gambaran-gambaran yang menyerupai binatang, manusia atau benda-benda lain sebagai simbol akan allah mereka.
  3. Keselamatan adalah usaha manusia untuk melepaskan diri dari kecenderungan berbuat dosa.
  4. Mereka percaya bahwa persembahan-persembahan yang mereka bawa kepada ilah-ilah mereka dapat memberikan kekuatan gaib yang akan menghindarkan mereka dari kecelakaan atau bahaya.
Dibandingkan dengan penyembahan yang dilakukan oleh bangsa Israel kepada Allah Yahweh, Israel sendiri sebenarnya mempunyai cara-cara ritual yang telah dipelihara sejak masa Adam dan Hawa; juga Kain dan Habel. Dari contoh-contoh itu jelas bahwa Allah menerima penyembahan manusia (Kej. 4:6). Tidak dikatakan dengan jelas oleh Alkitab mengapa mereka harus memberikan korban persembahan, tapi dari konteks Kejadian 4, terlihat bahwa persembahan itu diberikan sebagai ucapan syukur atas pemeliharaan Tuhan yang disertai dengan harapan bahwa Allah akan senantiasa memelihara mereka di hari-hari kemudian. Tetapi Alkitab juga tidak menjelaskan mengapa Allah menerima persembahan Habel tetapi Kain tidak. Tapi inilah pertama kali disebutkan dalam Alkitab korban persembahan memakai binatang. Dan sejak itu persembahan binatang dipakai sebagai korban bakaran untuk menjadi salah satu tata upacara yang dilakukan dalam ibadah.
Pada masa Musa penyembahan kepada Allah tidak lagi dilakukan di tanah terbuka, tapi di kemah pertemuan Bait Suci, sedangkan penjelasan secara lengkap diberikan dalam Kel. 27:1-3, sesuai perintah yang diterima Musa dari Allah, dan Musa sendiri bertindak sebagai imam, menjadi perantara antara Allah dan umat Israel. Pada masa iman-iman, bangsa Israel telah memiliki kelompok imam yang dipilih dari keturunan keluarga Harun, suku Lewi, yang bertugas untuk mengatur tata ibadah kepada Allah. Kitab Imamat mencatat berbagai macam peraturan tata ibadah bagi bangsa Israel. Tidak selalu bangsa Israel melakukan ibadah yang benar, karena ibadah yang sejati bukanlah tergantung dari tempat dan tata caranya tetapi dari sikap hati yang benar. Tapi sering kali bangsa Israel tidak memiliki hati yang tertuju kepada Tuhan, sehingga tata ibadahpun tidak ada gunanya.
Ketika akhirnya bangsa Israel dihukum karena telah meninggalkan Tuhan, dan Tuhan menyerahkan mereka sebagai tawanan kepada bangsa- bangsa lain, barulah bangsa Israel menyadari betapa pentingnya kembali beribadah kepada Tuhan dan memelihara Taurat-Nya. Oleh karena itu dalam rangka menyelamatkan kehancuran bangsa ini karena tidak lagi hidup sebagai umat Tuhan, maka Ezra, Bapak Yudaisme, mulai mengembalikan/membangkitkan kesukaan untuk beribadah dan memelihara Firman Tuhan agar bangsa ini boleh berjalan sesuai dengan jalan Tuhan. Tetapi karena di tanah pembuangan mereka tidak dapat lagi pergi beribadah ke Yerusalem (apalagi Bait Allah di Yerusalem telah dihancurkan musuh), maka didirikanlah tempat ibadah sinagoge di tanah pembuangan Babel. Di sinilah akhirnya agama Yudaisme lahir dan berkembang. Sekalipun di sinagoge mereka tidak lagi memberikan korban bakaran seperti di Bait Suci, namun di sinagoge ini bangsa Israel belajar Taurat Tuhan dengan teliti dan tradisi nenek moyang mereka terpelihara dengan baik sampai dengan masa Perjanjian baru.

3. SISTEM PENDIDIKAN PL

Keluarga menjadi pusat dimana pendidikan diberikan pada masa PL, khususnya oleh mereka yang telah berumur. Sumber bijaksana dan pengetahuan, dipercaya oleh bangsa Israel, didapatkan dari pertambahan umur seseorang. Oleh karena itu orang-orang muda akan belajar segala sesuatu dari orang-orang tua (tua-tua) yang ada di sekitar mereka. Keluarga memiliki tanggung jawab penuh bagi pendidikan anak-anaknya, khususnya pendidikan rohani. Tidak ada pilihan untuk mereka menyerahkan pendidikan ini kepada orang lain karena alasan kesibukan.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, anak-anak Israel pada usia balita dididik oleh ibu mereka. Ketika anak laki-laki cukup besar maka ayah akan memperkenalkan mereka pada pekerjaannya sehari-hari, dan sejak itu anak akan terus mendengar didikan ayahnya sambil bekerja. Sedangkan ibu akan bertanggung jawab terhadap pendidikan anak perempuannya, untuk menjadikannya istri dan ibu yang baik. Setiap makan malam orang tua akan menggunakan waktu berkumpul dengan keluarganya dan mengajarkan nilai-nilai luhur ajaran nenek moyang mereka, dengan meminta anak-anak yang terkecil dalam keluarga untuk menanyakan apa saja yang dilakukan oleh nenek moyang mereka.
Jika seorang anak Yahudi mendapat didikan dari orang lain selain ayahnya sendiri, maka ia juga akan memanggilnya "ayah". Hal pertama yang diajarkan kepada mereka adalah pelajaran tentang sejarah bangsa Israel, dalam bentuk kredo-kredo dimana inti sari sejarah Israel telah diformulakan. Dan untuk itu anak harus menghafal luar kepala selama satu tahun. Namun demikian pada dasarnya tidak ada sekolah formal pada masa PL. Anak belajar bersama dengan orang tuanya dan orang dewasa yang lain dengan terlibat dalam urusan kehidupan sehari-hari. Mereka bertanya dan belajar sepanjang kehidupan mereka melalui setiap kesempatan yang datang, dan orang tua akan selalu siap memberikan penjelasan.


Sumber : www.pesta.org/

No comments:

Post a Comment